TEORI BELAJAR DAN MOTIVASI BELAJAR
A.
TEORI BELAJAR
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak
penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pembelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/ dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga
semakin kuat.
Memasuki abad ke-19 beberapa ahli mengadakan penelitian
eksperimental tentang teori belajar, walaupun pada waktu itu para ahli
menggunakan binatang sebagai objek penelitiannya. Penggunaan binatang sebagai
objek penelitian didasarkan pada pemikiran bahwa apabila binatang yang
kecerdasannya dianggap rendah dapat melakukan eksperimen teori belajar, maka
sudah dapat dipastikan bahwa eksperimen itupun dapat berlaku bahkan dapat lebih
berhasil pada manusia, karena manusia lebih cerdas daripada binatang.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong
seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:
1. Adanya
sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2. Adanya
sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya
keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4. Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan
yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan
kompetensi;
5. Adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6. Adanya
ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
1.
Macam-Macam Teori Belajar
Dari berbagai tulisan yang membahas tentang
perkembangan teori belajar seperti (Atkinson, dkk. 1997; Gledler Margaret
Bell, 1986) memaparkan tentang teori belajar yang secara umum dapat
dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran meliputi:
a.
Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)
Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku (behavioristik),
tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antara stimulus dan respon. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang
banyak berkarya dalam aliran ini antara lain; Thorndike, (1911); Wathson,
(1963); Hull, (1943); dan Skinner, (1968).
1)
Thorndike
Menurut Thorndike (1911), salah seorang pendiri aliran tingkah
laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons ( yang juga bisa berupa
pikiran, perasaan, atau gerakan). Jelasnya, menurut Thorndike, perubahan
tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat diamati), atau yang
nonkonkret (tidak bias diamati). Teori Thorndike disebut sebagai “aliran
koneksionis” (connectionism).
Menurut teori trial and error (mencoba-coba dan
gagal) ini, setiap organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan
tindakan-tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha
mencoba itu kemudian secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi tuntutan
situasi, maka perbuatan yang cocok itu kemudian “dipegangnya”. Karena latihan
yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang
cocok itu makin lama makin efisien. Jadi, proses belajar menurut Thorndike
melalui proses: 1). Trial and error (mencobva-coba
dan mengalami kegagalan), dan 2). Law of effect, yang
berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang
memuaskan (cocok dengan tuntutan situasi) akan diingat dan dipelajari dengan
sebaik-baknya.
2)
Watson
Berbeda debgan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang
sesudah Thorndike, stimulus dan respons tersebut harus berbentuk tingkah laku
yang “bisa diamati”(observable). Dengan kata lain, Watson mengabaikan
berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental
yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi
factor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah
terjadi atau belum.[8]
3)
Clark Hull
Teori
ini, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya, ternyata tidak banyak
dipakai dalam dunia praktis, meskipun sering digunakan dalam berbagai
eksperimen dalam laboratorium.
Hal
yang sangat penting dalam proses belajar menurut Hull ialah adanyaIncentive
motivation (motivasi insentif) dan Drive reduction (pengurangan
stimulus pendorong). Kecepatan berespon berubah bila besarnya hadiah (revaro)
berubah.
Penggunaan
praktis teori belajar dari Hull ini untuk kegiatan dalam kelas, adalah sebagai
berikut:
1) Teori belajar
didasarkan pada Drive-reduction atau drive stimulus
reduction.
2) Intruksional obyektif
harus dirumuskan secara spesifik dan jelas.
3) Ruangan kelas harus
dimulai dari yang sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya proses
belajar.
4) Pelajaran harus
dimulai dari yang sederhana/ mudah menuju kepada yang lebih
kompleks/ sulit.
5) Kecemasan harus
ditimbulkan untuk mendorong kemauan belajar.
6) Latihan harus
didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi inhibisi. Dengan
perkataan lain, kelelahan tidak boleh menggangu belajar.
7) Urutan mata pelajaran
diatur sedemikian rupa sehingga mata pelajaran yang terdahulu tidak menghambat
tetapi justru harus menjadi perangsang yang mendorong belajar pada mata
pelajaran berikutnya.
4)
Edwin
Guthrie
Guthrie juga mengemukakan
bahwa “hukuman”
memegang
peran penting dalam belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh, seorang
anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah, selalu mencampakkan baju dan
topinya di lantai. Kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai
kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil
menggantungkan topi dan bajunya di tempat gantungan. Setelah beberapa kali
melakukan hal itu, respons menggantung topi dan baju menjadi terisolasi dengan
stimulus memasuki rumah. Meskipun demikian, nantinya faktor
hukuman ini tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku.
Terutama Skinner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).
5)
Skinner
Dari semua
pendukung teori tingkah laku, mungkn teori Skinner lah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar.
Beberapa program pembelajaran seperti Teaching machine,
Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus,
respons, dan factor penguat (reinforcement),adalah contoh-contoh program
yang memanfaatkan teori skinner.
Prinsip
belajar Skinner adalah :
a) Hasil belajar harus
segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi
penguat.
b) Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan
sebagai sistem modul.
c) Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan
hukuman. Untuk
itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
d) Tingkah laku yang
diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal variable ratio reinforcer.
e) Dalam pembelajaran
digunakan shapping.
b.
Aliran Kognitif
1) Piaget
Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran
kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya
terdiri dari tiga tahapan, yakni 1). Asimilasi, 2).Akomodasi,
dan 3). Equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi
adalah penyesuain berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
2) Ausubel
Ausubel
percaya bahwa “advance organizer” dapat memberikan tiga manfaat;
a) Dapat menyediakan
suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa.
b) Dapat berfungsi
sebagai jembatan antara apa yang sedang dipelajari siswa saat ini
dengan apa yang akan dipelajari siswa, sedemikian rupa sehingga;
c) Mampu membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
3) Bruner
Menurut pandangan Brunner (1964) bahwa teori belajar itu
bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif.
Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana
cara mengajarkan penjumlahan.[16]
c.
Aliran Humanistik
1) Bloon dan Krathowl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathowl menunjukkan apa
yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam
tiga kawasan berikut;
a) Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu :
·
Pengetahuan (mengingat,
menghafal)
·
Pemahaman(menginterprestasikan)
·
Aplikasi (menggunakan
konsep untuk memecahkan suatu masalah)
·
Analisis (menjabarkan
suatu konsep)
·
Sintesis (menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
·
Evaluasi (membandingkan
nilai, ide, metode, dan sebagainya)
b) Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan,
yaitu:
·
Peniruan (menirukan gerak).
·
Penggunaan (menggunakan
konsep untuk melakukan gerak).
·
Ketepatan (melakukan
gerak dengan benar).
·
Perangkaian (beberapa
gerakan sekaligus dengan benar).
·
Naturalisasi (melakukan
gerak secara wajar).
c) Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan;
·
Pengenalan (ingin
menerima, sadar akan adanya sesuatu)
·
Respons (aktif berpartisipasi)
·
Penghargaan (menerima
nilai-nilai, setia pada nilai nilai tertentu)
·
Pengorganisasisan
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayai)
·
Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagi bagian dari pola hidup).
2) Kolb
Sementara itu, seorang
ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu;
a) Pengalaman konkret
b) Pengamatan aktif dan
reflektif
c) Konseptualisasi
d) Ekperimen aktif
Pada
tahap paling pertama dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar
ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat
kejadian tersebut.
Pada
tahap kedua, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif
terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Pada
tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang
suatu hal yang diamatinya. Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah
mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru.
3) Honey dan Mumford
Berdasarkan
teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut mereka
ada empat macam atau tipe siswa, yaitu;
a) Aktivis
b) Reflector
c) Teoris, dan
d) Pragmatis
4) Habermas
Ahli
psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan
sesama manusia. Dengan asumsi ini, Habermas mengelompokkan tipe belajar
menjadi tiga bagian, yaitu;
a) Belajar teknis (technical
learning)
b) Belajar praktis (practical
learning)
c) Belajar emansipatoris
(emancipatory learning).[20]
a. Aliran
Sibernetik
1) Landa
Landa
merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut
Landa, ada dua macam proses berfikir. Pertama, disebut proses berfikiralgoritmik, yaitu
berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke suatu target tertentu. Jenis
kedua, adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir
divergen, menuju kebeberapa target sekaligus.[21]
2) Pask dan Scott
Ahli lain adalah
pemikirannya beraliran sibernetik adalah pask dan Scott.Pendekatan serialis
yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatanalgoritmik.
Namun, cara berpikir menyeluruh (wholoist) tidak sama dengan heuristik.
Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan,
langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat
melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati
lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu
ke bagian-bagian yang lebih kecil.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan hal yang kompleks. Apabila ini dikaitkan
dengan hasil belajar siswa, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
belajar. Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari dalam, faktor dari luar dan
faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar.
Faktor-faktor ini meliputi :
a. Fisiologi, meliputi
kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar
jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya. Anak-anak yang kekurangan gizi
ternyata kemampuan belajarnya di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi,
kondisi panca indra yang baik akan memudahkan anak dalam proses belajar.
b. Kondisi psikologis,
yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil
belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan
kognitif.
1) Faktor kecerdasan yang
dibawa individu mempengaruhi belajar siswa. Semakin individu itu mempunyai
tingkat kecerdasan tinggi, maka belajar yang dilakukannya akan semakin mudah
dan cepat. Sebaliknya semakin individu itu memiliki tingkat kecerdasan rendah, maka
belajarnya akan lambat dan mengalami kesulitan belajar.
2) Bakat individu satu
dengan lainnya tidak sama, sehingga menimbulkan belajarnya pun berbeda. Bakat
merupakan kemampuan awal anak yang dibawa sejak lahir.
3) Minat individu
merupakan ketertarikan individu terhadap sesuatu. Minat belajar siswa yang
tinggi menyebabkan belajar siswa lebih mudah dan cepat.
4) Motivasi belajar
antara siswa yang satu dengan siswa lainnya tidaklah sama. Adapun pengertian
motivasi belajar adalah ”Sesuatu yang menyebabkan kegiatan belajar terwujud”.
Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: cita-cita
siswa, kemampuan belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur
dinamis dalam belajar dan upaya guru membelajarkan siswa.
5) Emosi merupakan
kondisi psikologi (ilmu jiwa) individu untuk melakukan kegiatan, dalam hal ini
adalah untuk belajar. Kondisi psikologis siswa yang mempengaruhi belajar antara
lain: perasaan senang, kemarahan, kejengkelan, kecemasan dan lain-lain.
6) Kemampuan kognitif
siswa yang mempengaruhi belajar mulai dari aspek pengamatan, perhatian,
ingatan, dan daya pikir siswa.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor
yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Faktor-faktor ini meliputi :
a. Lingkungan alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses
belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat
yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
1) Keadaan udara
mempengaruhi proses belajar siswa. Apabila udara terlalu lembab atau kering
kurang membantu siswa dalam belajar. Keadaan udara yang cukup nyaman di
lingkungan belajar siswa akan membantu siswa untuk belajar dengan lebih baik.
2) Waktu belajar
mempengaruhi proses belajar siswa misalnya: pembagian waktu siswa untuk belajar
dalam satu hari.
3) Cuaca yang terang
benderang dengan cuaca yang mendung akan berbeda bagi siswa untuk belajar.
Cuaca yang nyaman bagi siswa membantu siswa untuk lebih nyaman dalam belajar.
4) Tempat atau gedung
sekolah mempengaruhi belajar siswa. Gedung sekolah yang efektif untuk belajar
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: letaknya jauh dari tempat-tempat keramaian
(pasar, gedung bioskop, bar, pabrik dan lain-lain), tidak menghadap ke
jalan raya, tidak dekat dengan sungai, dan sebagainya yang membahayakan
keselamatan siswa.
5) Alat-alat pelajaran
yang digunakan baik itu perangkat lunak (misalnya, program presentasi) ataupun
perangkat keras (misalnya Laptop, LCD).
b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia,
baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir. Kehadiran
orang lain pada waktu sedang belajar, sering kali mengganggu aktivitas belajar.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
1) lingkungan sosial siswa
di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu,
kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya,
2) lingkungan sosial
siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah
serta karyawan lainnya,
3) lingkungan sosial
dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang
adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor
instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana,
serta guru. Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran
adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan
memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam
pembelajaran Bahasa Jawa.
B.
MOTIFASI BELAJAR
1. Pengertian
Motivasi Belajar
Kata
motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu
movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang
membuat orang melakukan sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya,dan membantu
mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini
berarti bahwa konsep motivasi digunakan untuk menjelaskan keinginan
berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas perilaku (usaha,
berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang sesungguhnya (Pintrich,
2003).
Menurut
Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan
perilaku. Artinya, perilaku yang
memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan
bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat
tercapai (Sardiman, 2000).
Sejalan
dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan
respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis
yang bermakna dan bermanfaat mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari
aktivitas tersebut. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan
pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan
menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu,
siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut,
rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami
suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Siswa
yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut
memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi
belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam
mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).
2. Aspek-Aspek
Motivasi Belajar
Terdapat
dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh
Santrock
(2007), yaitu:
a. Motivasi
ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara
untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif
eksternal seperti imbalan dan hukuman. Misalnya, murid belajar keras dalam
menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari
hadiah, yaitu sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya
adalah mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang penguasaan
keahlian.
b. Motivasi
intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
Misalnya, murid belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Murid
termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi
tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung
nilai informasional tetapi bukan dipakai
untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa. Terdapat
dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
1) Motivasi
intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan personal. Dalam pandangan
ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri,
bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan
meningkat jika mereka mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung
jawab personal atas pembelajaran mereka.
2) Motivasi
intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman optimal kebanyakan terjadi
ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu
aktivitas serta terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit
tetapi juga tidak terlalu mudah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Belajar Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
motivasi belajar siwa, yaitu:
·
Harapan guru
·
Instruksi langsung
·
Umpanbalik (feedback) yang tepat
·
Penguatan dan hadiah
·
Hukuman
Sebagai
pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan bahwa bentuk dan
cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar
adalah:
·
Pemberian angka, hal ini disebabkan
karena banyak siswa belajar dengan tujuan utama yaitu untuk mencapai
angka/nilai yang baik.
·
Persaingan/kompetisi
·
Ego-involvement, yaitu menumbuhkan
kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.
·
Memberi ulangan, hal ini disebabkan
karena para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.
·
Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat
belajar
·
terutama kalau terjadi kemajuan.
·
Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal
ini merupakan bentuk penguatan positif.
3.
Prinsip Prinsip motivasi Belajar
Dari berbagai teori motivasi yang berkembang,
Keller (1983) telah menyusun seperangkat prinsip-prinsip motivasi yang dapat
diterapkan dalam proses pembelajaran, yang disebut sebagai model ARCS, yaitu:
A.
Attention (Perhatian)
Perhatian peserta didik muncul karena didorong rasa ingin tahu.
Oleh sebab itu, rasa ingin tahu ini perlu mendapat rangsangan, sehingga peserta
didik akan memberikan perhatian selama proses pembelajaran. Rasa ingin tahu
tersebut dapat dirangsang melalui elemen-elemen yang baru, aneh, lain dengan
yang sudah ada, kontradiktif atau kompleks.
Apabila elemen-elemen tersebut dimasukkan dalam rencana
pembelajaran, hal ini dapat menstimulus rasa ingin tahu peserta didik. Namun,
perlu diperhatikan agar tidak memberikan stimulus yang berlebihan, untuk
menjaga efektifitasnya.
B.
Relevance (Relevansi)
Relevansi menunjukkan adanya hubungan materi pembelajaran dengan
kebutuhan dan kondisi peserta didik. Motivasi peserta didik akan terpelihara
apabila mereka menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi
atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang.
Kebutuhan pribadi (basic need) dikelompokkan dalam tiga kategori
yaitu motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural. Motif nilai pribadi
(personal motif value), menurut McClelland mencakup tiga hal, yaitu (1)
kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (2) kebutuhan untuk
berkuasa (needs for power), dan (3) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for
affiliation).
Sementara nilai yang bersifat instrumental, yaitu keberhasilan
dalam mengerjakan suatu tugas dianggapm sebagai langkah untuk mnecapai
keberhasilan lebih lanjut. Sedangkan niali kultural yaitu apabila tujuan yang
ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelpmpok
yang diacu peserta didik, seperti orang tua, teman, dan sebagainya.
C.
Confidence (Percaya diri)
Merasa diri kompeten atau mampu, merupakan potensi untuk dapat
berinteraksi secara positif dengan lingkungan. Prinsip yang berlaku dalam hal
ini adalah bahwa motivasi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan
untuk berhasil. Harapan ini seringkali dipengaruhi oleh pengalaman sukses di
masa lampau. Motivasi dapat memberikan ketekunan untuk membawa keberhasilan
(prestasi), dan selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi untuk
mengerjakan tugas berikutnya.
D.
Satisfaction (Kepuasan)
Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan
kepuasan. Kepuasan karena mencapai tujuan dipengaruhi oleh konsekuensi yang
diterima, baik yang berasal dari dalam maupun luar individu. Untuk meningkatkan
dan memelihara motivasi peserta didik, dapat menggunakan pemberian penguatan
(reinforcement) berupa pujian, pemberian kesempatan, dan lain sebagainya.
HAL PENTING TENTANG
KONEP MOTIVASI BELAJAR
A. Motivasi belajar adalah proses
internal yang mengaktifkan, memandu dan mempertahankan perilaku dari waktu ke
waktu. Individu termotivasi karena berbagai alasan yang
berbeda, dengan intensitas yang berbeda. Sebagai misal, seorang siswa dapat
tinggi motivasinya untuk menghadapi tes ilmu sosial
dengantujuan mendapatkan nilai tinggi (motivasi ekstrinsik) dan tinggi
motivasinya menghadapi tes matematika karena tertarik dengan mata pelajaran
tersebut (motivasi intrinsik).
B. Motivasi belajar bergantung pada
teori yang menjelaskannya, dapat merupakan suatu konsekuensi dari penguatan
(reinforcement), suatu ukuran kebutuhan manusia, suatu hasil dari disonan atau
ketidakcocokan, suatu atribusi dari keberhasilan atau kegagalan, atau suatu
harapan dari peluang keberhasilan.
C. Motivasi belajar dapat
ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan pemberdayaan atribusi.
D. Motivasi belajar dapat meningkat
apabila guru membangkitkan minat siswa, memelihara
rasa ingin tahu mereka, menggunakan berbagai macam strategi pengajaran,
menyatakan harapan dengan jelas, dan memberikan umpan balik (feed
back) dengan sering dan segera.
E. Motivasi belajar dapat meningkat
pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran
yang memiliki kontingen, spesifik, dan dapat dipercaya.
F. Motivasi berprestasi dapat
didefinisikan sebagai kecendrungan umum untuk mengupayakankeberhasilan dan
memilih kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keberhasilan/kegagalan. Siswa dapat
termotivasi dengan orientasi ke arah tujuan-tujuan penampilan. Mereka mengambil
mata pelajaran-mata pelajaran yang menantang. Siswa yang
berjuang demi tujuan-tujuan penampilan berusaha untuk mendapatkan
penilaian positip terhadap kompetensi mereka. Mereka berusaha untuk mendapat
nilai baik dengan cara menghindar dari mata pelajaran yang sulit. Guru dapat
membantu siswa dengan mengkomunikasikan bahwa keberhasilan itu
mungkin dicapai. Guru dapat menunggu siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan dan sejauh mungkin menghindari pembedaan prestasi di
antara para siswa yang tidak perlu.
Dengan
mengetahui macam-macam teori belajar dan motivai belajar serta pandangan
terhadap tingkahlaku manusia diharapkan agar guru, dosen dan mahasiswa dapat menerapkan teori tersebut
sesuai dengan kemampuan, situasi dan kondisi lingkungan belajar, sehingga
tercipta kenyamanan dan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid Darmadi (2010) Kemampuan Dasar Mengajar; Konsep dasar dan
Praktek : Penerbit Bandung Alfabeta
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1990.
R.E, Slavin,.. Educational Psychology: Theory and Practice.
Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon. 2000.
Uno, B. Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,
Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar