Asuhan
Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA
A.
Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang
akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad
renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang
parenkim paru.
ISPA adalah masuknya mikroorgamisme (bakteri, virus,
riketsia) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang
dapat berlangsung sampai 14 hari.
B.
Tanda dan Gejala
-
Pilek biasa
-
Keluar
sekret cair dan jernih dari hidung
-
Kadang
bersin-bersin
-
Sakit
tenggorokan
-
Batuk
-
Sakit kepala
-
Sekret
menjadi kental
-
Demam
-
Nausea
-
Muntah
-
Anoreksia
C.
Etiologi
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan
jamur. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya
antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza
yang di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
yaitu tenggorokan dan hidung.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang
anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum
sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko
serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi
terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status
gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan.
D.
Penyebaran Penyakit
Pada ISPA,
dikenal 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:
1.
Melalui
areosol (partikel halus) yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk
2.
Melalui
areosol yang lebih berat, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin
3.
Melalui
kontak langsung atau tidak langsung dari benda-benda yang telah dicemari oleh
jasad renik.
E.
Tingkat Penyakit ISPA
1.
Ringan
Batuk tanpa
pernafasan cepat atau kurang dari 40 kali/menit, hidung tersumbat atau berair,
tenggorokan merah, telinga berair.
2.
Sedang
Batuk dan
napas cepat tanpa stridor, gendang telinga merah, dari telinga keluar cairan
kurang dari 2 minggu. Faringitis purulen dengan pembesaran kelenjar limfe leher
yang nyeri tekan (adentis servikal).
3.
Berat
Batuk dengan
nafas cepat dan stridor, membran keabuan di faring, kejang, apnea, dehidrasi
berat atau tidur terus, tidak ada sianosis.
4.
Sangat Berat
Batuk dengan
nafas cepat, stridor dan sianosis serta tidak dapat minum.
F.
Faktor Risiko
Faktor-faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA:
1.
Usia
Anak yang
usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA
lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya
tahan tubuhnya lebih rendah.
2.
Status Imunisasi
Annak dengan
status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan
dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3.
Lingkungan
Lingkungan
yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
G.
Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit ISPA pada anak antara lain:
1.
Mengusahakan
agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan makanan
kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2.
Memberikan
imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit
baik.
3.
Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4.
Mencegah
anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah memakai penutup
hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang
sedang menderita penyakit ISPA.
H.
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Riwayat
kesehatan:
-
Keluhan
utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
-
Riwayat
penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa)
-
Riwayat
penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya
sekarang)
-
Riwayat
penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien)
-
Riwayat
sosial (lingkungan tempat tinggal klien)
Pemeriksaan
fisik à difokuskan pada pengkajian sistem
pernafasan
a.
Inspeksi
-
Membran
mukosa hidung-faring tampak kemerahan
-
Tonsil
tampak kemerahan dan edema
-
Tampak batuk
tidak produktif
-
Tidak ada
jaringan parut pada leher
-
Tidak tampak
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung.
b. Palpasi
-
Adanya demam
-
Teraba
adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
-
Tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar tyroid
c.
Perkusi
-
Suara paru
normal (resonance)
d. Auskultasi
-
Suara nafas
vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2.
Diagnosa Keperawatan
1)
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan
: suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a.
Observasi
tanda-tanda vital
b. Anjurkan
klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c.
Anjurkan
klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti
pakaian dari bahan katun.
d. Atur
sirkulasi udara
e. Anjurkan
klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f.
Anjurkan
klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g.
Kolaborasi
dengan dokter:
-
Dalam
pemberian terapi, obat antimikrobial
-
Antipiretika
Rasionalisasi:
a.
Pemantauan
tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya
b. Dengan
memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan
bahan perantara.
c.
Proses
hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan
menyerap keringat.
d. Penyediaan udara
bersih
e. Kebutuhan
cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f.
Tirah baring
untuk mengurangi metabolisme dan panas
g.
Untuk
mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas
2)
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
-
Klien dapat
mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal.
-
Klien dapat
menoleransi diet yang dianjurkan
-
Tidak
menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a.
Kaji
kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b. Berikan
makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c.
Tingkatkan
tirah baring
d. Kolaborasi:
konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.
Rasionalisasi:
a.
Berguna
untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi.
b. Untuk
menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c.
Nafsu makan
dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
d. Untuk
mengurangi kebutuhan metabolik
e. Metode makan
dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal.
3)
Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri
berkurang/terkontrol
Intervensi:
a.
Teliti
keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang
memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan
klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok,
dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.
Anjurkan
untuk melakukan kumur air hangat
d. Kolaborasi:
berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
a.
Identifikasi
karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi
bertambahberatnya penyakit
c.
Peningkatan
sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d. Kortikosteroid
digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam
inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.
4)
Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak
terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a.
Batasi
pengunjung sesuai indikasi
b. Jaga
keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c.
Tutup mulut
dan hidung jika hendak bersin
d. Tingkatkan
daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita
penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi
tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e. Kolaborasi
pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a.
Menurunkan
potensi terpajan pada penyakit infeksius
b. Menurunkan
konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
c.
Mencegah
penyebaran patogen melalui cairan
d. Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat
diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.